28 April 2020

Menyikapi PSBB

Sejak peristiwa serangan virus corona di China dan menyebar hingga seluruh dunia termasuk Indonesia sejak februari 2020, kami pun termasuk di antara golongan yang ikut terkena imbas besar corona ini.

Bayangkan lapangan pekerjaan yang telah memasuki masa akhir training dan tinggal penandatanganan kesepakatan kontrak akan direalisasikan tapi tiba-tiba dicancel karena wabah ini begitu cepat bereaksi di Indonesia.

Alhasil bukan hanya kami yang calon karyawan tetapi para karyawan lain pun yang juga mendapat dampak putus hubungan kerja karena banyak perusahaan yang tidak dapat menyesuaikan pemasukan yang kecil dengan biaya operasional yang membengkak.

Jumlah penderita setiap hari terus signifikan naiknya hingga pemerintah pusat dan daerah memperlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tempat domisili kami (sekalipun banyak suara sumbang juga yang menginginkan adanya lockdown seperti beberapa negara agar wabah ini segera teratasi).

Pembatasan ini juga sebagai upaya yang baik untuk mempersempit penyebaran Covid-19 dengan melarang adanya kerumunan massa di satu tempat, menjaga jarak (social distancing), menggunakan masker jika berpergian, cuci tangan dengan sabun atau handsanitizer serta yang utama tetap tinggal di rumah. Pemerintah pun berupaya mendata keluarga yang perlu mendapat perhatian dan bantuan sembako.

Tetapi dampak buruknya tidak bisa dipungkiri. Gereja libur ibadah, Sekolah berhenti total, pekerjaan mangkrak, perekonomian semakin surut dan banyak lain sisi buruknya.

Meski demikian faktanya di lapangan masih banyak warga yang ngeyel untuk beraktivitas di luar rumah dan kurang menghormati penerapan PSBB. Alasan untuk mencari nafkah atau bantuan yang dijanjikan belum diterima atau terlalu minim sehingga perlu bekerja apa saja asalkan mendapat uang untuk makan sehari-hari.

Memang ini keadaan yang sulit untuk diterima. Tapi ini adalah kejadian yang tidak bisa diatasi karena belum ada vaksin untuk mengatasi virus ini. Oleh sebab itu mari kita tetap berdoa, mendukung pemerintah dan ikuti aturan yang dibuat demi kepentingan kita semua.

Semoga PSBB adalah cara efektif ketimbang pemberlakuan Lock down.

10 April 2020

Paniknya Menjadi Calon Ayah

Kami menikah bulan november 2019 dan punya keinginan segera memiliki bayi karena ini merupakan cucu pertama dalam keluarga besar kami berdua. Dewi, istri saya anak pertama dan saya anak kedua sekalipun ada kakak saya namun Tuhan belum memberi ijin kehadiran anak bagi keluarga mereka.

November, desember pun berlalu tetapi kami belum menerima tanda-tanda bahwa dewi hamil. Kami tidak menyerah, selain menjaga kesehatan dan istirahat cukup, makan gizi seimbang dan melakukan hubungan intim kami pun selalu berdoa karena apa pun usaha kami tanpa keputusan dan kedaulatan ilahi ya percuma.

Januari dan februari pun sama. Tetapi kami menolak berhenti berjuang. Hingga bulan maret 2020 dewi merasakan ada perubahan pada fisiknya seperti timbul banyak biji-biji seperti jerawat di wajah dan ditambah telatnya datang bulan. Karena penasaran kami coba menunggu 1 minggu sebelum melakukan test pack. Sebab dewi takut harapannya sia-sia jika kami melakukan uji hamil saat itu.

Setelah lewat 1 pekan akhirnya dewi berani melakukan test urin. Deg-degan luar biasa yang kami rasakan. Saya sampai mondar-mandir menanyakan hasilnya. Dia pun sama cemasnya menanti hasil sekitar 15 menit waktu yg dianjurkan dalam penggunaan tes urin itu.

Puji Tuhan kaget, senang dan sekaligus panik karena hasilnya terlihat jelas 2 garis. Kami sibuk bersyukur dan kemudian menghubungi keluarga besar kami memberikan info ini. Semua keluarga bersyukur serta bersukacita dan mendoakan yang terbaik bagi dewi dan calon anak kami. 

Beberapa waktu kemudian kami melakukan usg dan dokter mengatakan baru terjadi penebalan. Belum ada embrio di sana. Tapi itu berita baik karena memang begitulah proses di minggu-minggu awal kehamilan. 

Sungguh bersukacita kami berdua karena berkat yang luar biasa ini. Sekarang calon bayi kami memasuki masa 2 bulan dalam kandungan. 









Menanti masa persalinan yang kurang lebih 7 bulan lagi membuat saya sebagai calon ayah menjadi cemas. Selalu saja muncul di benak siapkah saya menjadi seorang ayah? Apa yang harus dipersiapkan, ekspresi apa yang seharusnya saya tunjukkan, bagaimana cara menimang, mendidik dan membesarkan anak kami ini.

Ini wajar sebab tanggung jawab menjadi seorang ayah bukan perkara mudah. Kita harus menjadikan diri kita role mode anak dalam berprilaku hingga dewasa.
Hmm, terlalu jauh apa yang saya pikirkan rupanya.. Hehe
Biarkan saja mengalir karena keadaan pada akhirnya akan membentuk kita untuk menjadi seorang ayah yang bijaksana, dewasa dan bertanggung jawab dengan keluarga dan terutama anak kita.

Doakan y teman-teman supaya calon bayi dan dewi tetap sehat. Terimakasih
GB

8 April 2020

Isteri Dominan

Saya dan istri suatu saat setelah menikah pindah tempat tinggal di sebuah kontrakan petak keluarga dan memilih merantau jauh dari keluarga besar kami masing-masing supaya bisa belajar mandiri.

Kami menepati sebuah kamar yang paling pojok dan persis sebelah kamar kami ada pasangan muda yang baru juga menikah dan menepati tempat tersebut.

Setelah tinggal beberapa waktu lamanya saya memperhatikan (bukan kepo cuma tanpa sadar.. Hehe!) satu kebiasaan dari keluarga yang di samping kami ini. Sering kali terdengar teriakan dari sang istri yang membentak. Kadang pula ada erangan penuh kemarahan. Tanpa rasa malu dan segan kepada tetangga lain peristiwa ini terus berulang.

Menariknya dari keadaan ini adalah si suami tidak pernah membalas bentakan dan omongan kasar istrinya. Dia hanya diam dan seolah-olah menikmati semua umpatan dari mulut wanita yang dicintainya.

Setelah beberapa waktu kami baru paham akar persoalan yang menimpa mereka. Bukan KDRT suami atau semacamnya melainkan posisi suami yg hanya pengangguran sementara sang istri punya karir dan posisi yang bagus di tempat kerjanya.
...

Teman-teman sekalian saya sering bertanya pada diri apakah uang adalah jaminan kebahagiaan? Ataukah harta adalah garansi keharmonisan? Tampaknya terlalu naif bukan.
Tetapi memang dari sejak jaman dulu manusia membutuhkan materi untuk memenuhi hasrat dan hajat hidupnya. Bukanlah sebuah kesalahan jika uang menjadi orientasi dan goal kita.
Tetapi usahakan supaya kita yang menguasai uang dan bukan sebaliknya ya kawan.

Juga sebuah keniscayaan bagi suami sebagai kepala keluarga dan sumber nafkah. Tetapi bisa saja si suami pada saat itu memang ada dalam keadaan yang serba salah karena sulitnya mencari kerja sekarang ini.

Alangkah bijaknya bagi sang istri untuk menempatkan diri dan kodratnya sebagai pihak yang diciptakan Tuhan sebagai penolong bukan sebagai biang persoalan.
Dukunglah suamimu entah dalam keadaan apa pun juga. Karena bagi pria waras tidak mungkin akan membiarkan harga dirinya terinjak-injak jika tidak dapat menjadi sumber nafkah bagi keluarganya.

5 April 2020

Ibu atau Ayah

Tadi saya bersama istri menghabiskan minggu sore ini dengan makan di sebuah warung pinggir jalan di daerah harapan kita, Tangerang.
Saat sedang asik makan, sayup-sayup terdengar obrolan ibu pemilik warung dengan seorang bapak yang biasanya menjadi tukang parkir di daerah situ.
Karena sekarang lagi pandemi covid 19 jadi arah pembicaraan pasti seputar itu saja.

Sang ibu berkata, tadi barusan mengajarkan anaknya latihan menari dari video yg dikirimkan gurunya sebagai tugas di masa liburan pandemi ini. Namun kesalnya si ibu karena anaknya malah menangis karena kecapean latihan tari yang menurutnya sangat sulit.

Ibu itu melanjutkan lagi bahwa tugas anak begitu banyak dan harus dikumpulkan setiap hari melalui capture via wa ke guru untuk mendapatkan penilaian. Tetapi menurutnya hal ini cukup menyusahkan karena selain mengajar anak dia juga harus membantu suami berdagang.

Sementara poin yang membuat hati saya terkejut adalah perilaku suaminya yang acuh tak acuh alias masa bodoh untuk membantu istrinya mengajar anak mereka.
Seolah-olah tugas mendidik anak adalah hanya peran ibu. Suami bertugas mencari nafkah dan pemenuhan kualitas ekonomi tanpa melihat peranan dirinya dalam edukasi bagi anak.

...

Harapan saya jika pembaca yang mampir dan melihat curahan hati si ibu ini dan adalah seorang laki-laki, suami dan bapak supaya diketuk pintu batinnya dan sadar.
Kualitas masa depan anak adalah tanggung jawab ibu dan ayah.
Keduanya secara bergantian dan saling melengkapi untuk membekali buah hati mereka dengan ilmu, etika, moral, aturan, dll. Sebab anak adalah cermin dari orang tua.
Anak sukses karena didikan dan teladan orang tua yang positif.
Anak gagal sebab orang tua melalaikan tanggung jawab.

GB