PENDAHULUAN
Keunikan manusia sebagai pribadi yang
diciptakan dengan konsep segambar dan serupa dengan Allah atau Imagodei berbeda
dengan model ciptaan Allah lainnya. Seluruh ciptaan terkecuali manusia diawali
dengan pernyataan firman dan diakhiri dengan suatu kekaguman lewat ungkapan
semuanya itu baik (Kej 1:1-25). Sementara manusia dirangkai dengan pola istimewa
Allah lewat tanah dan dibentuk serta dihembuskan nafas kehidupan dan diakhiri
dengan kalimat penyanjungan yang amat luar biasa, sungguh amat baik (Kej 1:31).
Kelebihan manusia selain dalam cara
penciptaannya juga di sisi lain diberikan kemampuan berpikir yang tingkatannya
jauh dibanding tumbuhan dan hewan yang juga merupakan makhluk hidup. Ketika
hewan hanya diberi insting (tumbuhan tampaknya tidak) manusia dilengkapi dengan
kapasitas hidup yang lebih komplit. Seperti mengerti salah-benar, kasih, simpati,
dan lain sebagainya. Kemampuan berpikir manusialah yang membantu perkembangan
pola kerangka hidup manusia menjadi lebih maju dan berkembang.
Ada beberapa tokoh yang dikenal sebagai
pemikir di zamannya. Beberapa yang terkenal adalah tiga tokoh yang dikenal
dengan sebutan “The Gang of Three” yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles.
Ketiga orang inilah yang dianggap berperan besar dalam membentuk pola pikir
barat (Western Mind). Socrates menekankan pentingnya argumentasi dan pemikiran
kritis dalam berpikir. Plato menekankan perlunya untuk selalu mencari
“kebenaran” dan mempertahankan pemikiran kritis. Sedangkan Aristoteles, murid
dari Plato dan guru dari Alexander Agung, mengembangkan pemikiran ”kategoris”
dimana segala sesuatu harus dapat didefinisikan dan dikategorikan.
SOCRATES (469
SM - 399 SM)
Riwayat Hidup
Socrates (Yunani:
Σωκράτης, Sǒcratēs) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu
figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena,
dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar Yunani, yaitu
Socrates, Plato dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato, dan Plato pada
gilirannya juga mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Socrates tidak pernah
meninggalkan karya tulisan apapun sehingga sumber utama mengenai pemikiran
Socrates berasal dari tulisan muridnya, Plato.
Socrates diperkirakan
lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu (stone
mason) bernama Sophroniskos. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai
seorang bidan, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan
metode kebidanan nantinya. Socrates
menikah pertama kali dengan Mirtos (Diogenes Laertius, II, 26) dan ketika
Socrates sudah cukup berumur, ia menikah yang kedua kalinya dengan Xantippe
(Xenophon, Simposium, II, 10). Pada pernikahannya yang kedua dengan
Xantippe mereka tidak bahagia tetapi mereka dikaruniai tiga orang anak.
Socrates juga pernah mengikuti semacam wajib militer sebagai
hoplites atau prajurit infanteri (pasukan jalan kaki). Ciri khas
prajurit ini adalah mereka membiayai seluruh perlengkapannya. Socrates ikut
dalam pertempuran di Potidea, Anphipoli dan Delio. Sedangkan terhadap hidup
politik, Socrates bersikap amat alergi dan kritis meskipun bukan seorang apolitik.
Socrates memiliki badan yang pendek, sedikit gemuk, mulutnya
lebar, hidungnya botok dan matanya terbudur. Tetapi kekurangannya yang terdapat
pada tampan dan perawakan tubuhnya diliputi oleh kelebihan budinya seperti
jujur, adil dan baik. Socrates juga
bergaul dengan semua orang baik tua maupun muda, kaya dan miskin. Socrates
sangat demikian adilnya, sehingga Ia tak pernah berlaku zalim. Ia begitu pandai
menguasai dirinya, sehingga Ia tak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan
kepentingan umum. Dan ia demikian cerdiknya, sehingga ia tak pernah khilaf dalam
menimbang baik dan buruk.
Socrates dikenal
sebagai seorang yang berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkeliling
mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat, mempelajari tingkah laku manusia
dari berbagai segi kehidupannya dan ia jarang pergi keluar kota. Socrates
kadang-kadang berada di tanah lapang yang di situ terdapat banyak sekali orang
berkumpul dan kadang-kadang Ia juga berada di pasar.
Socrates berdialog dengan setiap orang yang ia temui (ahli
politik, pejabat, tukang, pelukis dan lain-lain) dan Socrates melontarkan
pertanyaan kepada mereka tentang aktivitas mereka sehairi-hari seperti apa pekerjaan
mereka dan sebagainya. Contoh Ia bertanya kepada seorang tukang tentang
pertukangannya, dan bertanya kepada seorang pelukis tentang apa yang dikatakan
indah.
Dia melakukan ini pada
awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar
seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang
lebih bijak dari Socrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan
kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap
bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia mengajak untuk berdiskusi tentang
berbagai masalah kebijaksanaan.
Metode berfilsafatnya
inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang
bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang
membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu
mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang
dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan
gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Socrates membenarkan suara
gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak
karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa
bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka
tidak bijaksana.
Akhir Hidup
Cara berfilsatnya
inilah yang memunculkan rasa sakit hati terhadap Socrates karena setelah
penyelidikannya itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh
masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka duga dan ketahui.
Kematian Socrates terkait erat
dengan tuduhan Anytos seorang tokoh politik yang ikut andil dalam pemulihan
sistem pemerintahan domokratis di Athena.
Anytos menuduh Socrates tidak percaya dengan dewa-dewi yang
diakui polis Athena dan malahan memperkenalkan doktrin-doktrin religius yang
baru. Selain masalah religius, Anytos juga menuduh Socrates telah meracuni kaum
muda dengan doktrin-doktrinnya yang sangat menyerang praksis politik dan hidup
politis Athena masa itu. Socrates adalah ancaman bagi agama populer warga polis
dan bagi stabilitas politik dan pemerintahan Athena.
Rasa sakit hati inilah
yang nantinya berujung pada kematian
Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan resmi merusak generasi muda, sebuah
tuduhan yang sebenarnya dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya
sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Socrates pada akhirnya wafat
pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan
yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati
dan 220 menolaknya.
Socrates sebenarnya
dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito, dengan bantuan para
sahabatnya namun dia menolak atas dasar kepatuhannya pada satu
"kontrak" yang telah dia jalani dengan hukum di kota Athena.
Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan dengan indah dalam Phaedo karya
Plato. Kematian Socrates dalam ketidakadilan peradilan menjadi salah satu
peristiwa peradilan paling bersejarah dalam masyarakat Barat di samping
peradilan Yesus Kristus.
Karya Socrates
Socrates adalah seorang filosof
dengan coraknya sendiri. Ajaran filosofinya tak pernah dituliskannya, melainkan
dilakukannya dengan perbuatan, dengan cara hidup. Socrates tidak pernah
menuliskan filosofinya. Jika ditilik benar-benar, ia malah tidak mengajarkan
filosofi, melainkan hidup berfilosofi. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan
hasil, bukan ajaran yang berdasarkan dogma, melainkan fungsi yang hidup.
Filosofinya mencari kebenaran. Oleh karena ia mencari kebenaran, ia tidak
mengajarkan. Ia bukan ahli pengetahuan, melainkan pemikir, kebenaran itu tetap
dan harus dicari.
Pemuda-pemuda Athena pada masa itu
dipimpin oleh doktrin relatifisme dari kaum sophis sedangkan Socrates adalah
seorang penganut moral yang absolute dan meyakini bahwa menegakkan moral
merupakan tugas filosof, yang berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam
pengetahuan. Bertens (1975; 85-92) menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut
ini. Ajaran ini ditujukan untuk menentang ajaran relatifisme sophis. Ia ingin
menegakkan sains dengan agama. Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak
dari pengalaman sehari-hari akan tetapi, ada perbedaan yang sangat penting
antara sophis dan Socrates. Socrates tidak menyetujui relafisme kaum sophis.
Socrates dalam berfilsafat memiliki pemikiran yang berisikan, manusia harus
hidup dengan tujuan kebaikan (eudoimonia) bukan semata-mata mengejar materi,
jalan menuju kebaikan (arête) ialah kabajikan atau keutamaan dan juga negara
bertanggung jawab dalam membentuk moral rakyatnya.
Tujuan filosofi Socrates ialah
mencari kebenaran yang berlaku untuk selama-lamanya. Di sini berlainan
pendapatnya dengan guru-guru sofis, yang mengajarkan, bahwa semuanya relatif
dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian yang skeptis. Socrates
berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri,
melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab.
Orang yang kedua itu tidak
dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama
mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri.
Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di
dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya disebut maieutik. Socrates mencari
kebenaran yang tetap dengan tanya-jawab sana dan sini, yang kemudian dibulatkan
dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya ialah metode induksi dan definisi.
Kedua-duanya itu bersangkut-paut. Induksi yang menjadi metode Socrates ialah
memperbandingkan secara kritis. Ia tidak berusaha mencapai dengan contoh dan
persamaan, dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi.
Dalam menjalani hidupnya sebagai seorang
filsuf, Socrates menggunakan metode-metode yang membantunya, beberapa metode tersebut
adalah sebagai berikut:
Dialektika
Metode yang digunakan Socrates biasanya disebut dialektika
dari kata kerja Yunani dialegesthai
yang berarti bercakap-cakap atau berdialog yang mempunyai peran penting
didalamnya. Menurut Socrates dialog adalah “wahana” berfilsafat. Jadi dialog
itu “membuka” pikiran, “mencairkan” kebekuan pikiran, “melahirkan” pikiran dan
“menuntut” perjalanan pikiran.
Dalam metode ini Socrates mendatangi
bermacam-macam orang (ahli politik, pejabat, dan lain-lainnya). Kepada mereka dia
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai pekerjaan mereka, hidup mereka
sehari-hari dan lain-lainnya. Kemudian jawaban mereka pertama-tama dianalisa
dan disimpulkan dalam suatu hipotesa. Hipotesa ini dikemukakan lagi kepada
mereka dan dianalisa lagi. Demikian seterusnya sehingga ia mencapai tujuannya,
yaitu membuka kedok segala peraturan hukum yang semu, sehingga tampak sifatnya
yang semu, dan mengajak orang melacak atau menelusuri sumber-sumber hukum yang
sejati. Supaya tujuan itu tercapai diperlukan suatu pembentukan yang murni.
Maieutika
Maieutika sering juga disebut dengan
istilah metode kebidanan, karena dengan cara ini Socrates bertindak seperti
seorang bidan yang menolong kelahiran seorang bayi. Maksudnya adalah Socrates
menggunakan metode ini untuk membantu orang-orang mengetahui kebenaran dan jati
dirinya.
Dengan cara bekerja yang demikian,
Socrates menemukan suatu cara berfikir yang disebut induksi, yaitu menyimpulkan
pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang
hal yang khusus. Umpamanya, banyak orang yang menganggap keahliannya (sebagai
tukang besi, tukang septum dll) sebagai keutamaannya. Seorang tukang besi
berpendapat bahwa keutamaannya ialah jikalau ia membuat alat-alat dari besi
yang baik.
Untuk mengetahui apakah “keutamaan”
pada umumnya, semua sifat khusus keutamaan-keutamaan yang bermacam-macam itu
harus disingkirkan dan tinggal yang umum. Demikian dengan induksi akan
ditemukan apa yang disebut definisi umum. Socrates adalah orang yang menemukan,
dan ternyata penting sekali artinya bagi ilmu pengetahuan.
Ironi
Kata ironi berasal dari bahasa Yunani
yang bermakna bersikap pura-pura, cara seseorang berbicara, pura-pura
menyetujui apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, tetapi dengan senyuman,
mimik dan sebagainya menyangkal pendapat orang itu. Oleh Socrates dipergunakan
untuk membimbing lawan bicaranya kepada kebenaran.
Socrates seringkali berpura-pura
bertanya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sengaja dimaksudkan untuk
membingungkan orang-orang terutama para kaum sofis. Karena jawaban-jawaban atas
pertanyaan itu menjadi saling bertentangan, sehingga para penjawab ditertawakan
orang banyak. Segi positif dari metode ironi ini terletak dalam usahanya untuk
mengupas kebenaran dari kulit “pengetahuan semu” orang-orang tersebut.
Daftar Pustaka
-
Hatta, Mohammad.1986.ALAM PIKIRAN YUNANI,Jakarta:Timtamas
- Dick, Hartoko.2002.Kamus Populer
Filsafat.Jakarta:PT.Rajagrafindo
Persada
- T.Z.Lavine.2002.Petualangan
Filsafat dari Socrates ke Sartre.Yogyakarta:Jendela
- Drs. Achmad
Charris Zubair. 1995.Kuliah Etika.Jakarta:PT.Rajagrafindo
Persada
-
Prof. Dr. Ahmad
Tafsir.2010.Filsasfat Umum, Akal dan Hati
Sejak Thales sampai Capra.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
-
Maksum, Ali.2011.Pengantar
Filsafat
dari Masa Klasik
Hingga Post Modernisme.Yogyakarta:Ar.Ruzz
Media
-
Bambang Q. Anees & Rudia Juli A. Hambali.2003.Filsafat Untuk Umum.Jakarta
Timur:Kencana
PLATO (427-347 SM)
Riwayat Hidup
Plato dalam bahasa Yunani:
Πλάτων (plateau)
juga dapat berarti dataran
tinggi, lahir
sekitar 427 SM
dan meninggal sekitar 347 SM
adalah seorang filsuf
dan matematikawan
Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi
Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia
adalah murid Socrates. Plato lahir di Athena dalam keluarga
ningrat dan menerima pendidikan yang biasa didapat anak muda Yunani yang kaya. Di
masa remaja dia berkenalan dengan filosof kesohor Socrates yang jadi guru
sekaligus sahabatnya. Karena kedekatan inilah maka kematian gurunya membuat
Plato enggan bergelut di dunia politik, padahal sebagai keturunan aristokrat
bukanlah hal yang sulit untuk bergelut di dunia politik. Plato lebih memilih
jalan hidup layaknya sang guru, yakni menjadi Filosof.
Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi
oleh Socrates dan oleh para pengikut Pythagoras. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia,
"negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya
pada keadaan "ideal”. Dia
juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates
adalah peserta utama. Salah
satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua.
Plato menulis
tak kurang dari tiga puluh enam buku, kebanyakan menyangkut masalah politik dan
etika selain metafisika dan teologi, karya-karya Plato yang paling tersohor
adalah Republica (Republik), Dialogue (Dialog), Statesman (Negarawan), dan
Apologia (Pembelaan).
Plato juga berbicara mengenai keadilan, dalam karyanya Politea (republik) yang arti sebenarnya adalah konstitusi dalam pengertian suatu jalan/cara bagi individu-individu dalam berhubungan dengan sesamanya dalam pergaulan hidup masyarakat. Dalam Politea juga bercerita “tentang keadilan”, keadilan merupakan tema pokok dalam buku tersebut. Keadilan berarti seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya.
Plato juga berbicara mengenai keadilan, dalam karyanya Politea (republik) yang arti sebenarnya adalah konstitusi dalam pengertian suatu jalan/cara bagi individu-individu dalam berhubungan dengan sesamanya dalam pergaulan hidup masyarakat. Dalam Politea juga bercerita “tentang keadilan”, keadilan merupakan tema pokok dalam buku tersebut. Keadilan berarti seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya.
Sekitar tahun
387 SM Plato mendirikan perguruan di Athena, sebuah akademi yang berjalan lebih
dari 900 tahun. Akademi yang dia beri nama Academica itu tidak sekedar untuk
pengembangan ilmu pengetahuan,
lebih dari itu diharapkan menjadi pabrik pembentukan dan penempa orang-orang
yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Lembaga pendidikan ini diharapkan
dapat membentuk manusia yang berpengetahuan yang didapatkan dengan cara apapun
dan dilakukan atas nama negara dalam rangka mencapai kebajikan. Di lembaga
pendidikan ini pula yang mempertemukan Plato dengan muridnya yang kelak menjadi
Filosof layaknya dia, yakni Aristostoteles. Filosof
Yunani kuno, Plato tak pelak lagi menjadi cikal bakal filosof politik Barat dan
sekaligus dedengkot pemikiran etika dan metafisika mereka. Pendapat-pendapatnya
di bidang ini sudah terbaca luas lebih dari 2300 tahun. Tak pelak lagi, Plato
berkedudukan bagai bapak moyangnya pemikir Barat.
Karya Plato
Ajaran Plato
sangat berpengaruh terhadap kepercayaan religius jutaan orang, termasuk orang
yang mengaku Kristen, yang kebanyakan dengan keliru mengira bahwa berbagai
kepercayaan ini berdasarkan Alkitab. Ajaran utama Plato adalah konsep bahwa
manusia punya jiwa yang tidak dapat mati meskipun tubuh jasmani mati. ”Jiwa
yang tidak dapat mati adalah salah satu topik kesukaan Plato.”—Body and
Soul in Ancient Philosophy. Plato sangat berminat akan kehidupan setelah
kematian. Ia begitu yakin bahwa ”jiwa tetap hidup walau wujudnya sekarang mati,
untuk mendapat upah atau hukuman yang pantas di akhirat, berdasarkan cara hidup
seseorang selama di bumi”.
Selama
sembilan abad Akademi Plato berdiri, dari 387 SM sampai 529 M,
pengaruhnya sangat besar. Gagasan Plato menjadi populer di negeri-negeri yang
dikuasai Yunani dan Romawi. Filsuf Yahudi Filo dari Aleksandria menerima ajaran
Plato, sama seperti banyak pemimpin agama dalam Susunan Kristen. Hasilnya,
konsep filosofis kafir, termasuk jiwa yang tidak dapat mati, menyusup ke dalam
ajaran Yudaisme dan Kekristenan.
Ciri-ciri
karya Plato yang dikenal luas, bersifat
Sokratik, dalam karya-karya
yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan
karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya. Kedua adalah berbentuk dialog, hampir semua karya Plato ditulis dalam nada
dialog. Dalam Surat VII, Plato berpendapat bahwa pena dan tinta
membekukan pemikiran sejati yang ditulis dalam huruf-huruf yang membisu. Oleh
karena itu, menurutnya, jika pemikiran itu perlu dituliskan, maka yang paling
cocok adalah tulisan yang berbentuk dialog. Dan yang ketiga, Adanya mite-mite, Plato menggunakan mite-mite untuk menjelaskan
ajarannya yang abstrak
dan adiduniawi. Verhaak menggolongkan tulisan Plato ke
dalam karya sastra bukan ke dalam karya ilmiah yang sistematis karena dua ciri
yang terakhir, yakni dalam tulisannya terkandung mite-mite dan berbentuk
dialog.
Sumbangan pikiran karya Plato yang
luar biasa bagi dunia dituangkan dalam beberapa gagasan.
Idea-idea
Sumbangsih
Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea. Pandangan Plato
terhadap idea-idea dipengaruhi oleh pandangan Sokrates tentang definisi. Idea yang dimaksud oleh
Plato bukanlah ide yang dimaksud oleh orang modern. Orang-orang modern
berpendapat ide
adalah gagasan atau tanggapan yang ada di dalam pemikiran saja. Menurut Plato idea tidak diciptakan oleh
pemikiran manusia. Idea
tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang
tergantung pada idea.
Idea adalah citra pokok dan perdana dari realitas, non-material,
abadi, dan tidak berubah. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran
kita. Idea-idea ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, idea
tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari idea dua, idea dua itu
sendiri tidak dapat terpisah dengan idea genap. Namun, pada akhirnya terdapat
puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea tersebut. Puncak inilah
yang disebut idea yang “indah”. Idea ini melampaui segala idea yang ada.
Dunia ini menurutnya tiada lain hanyalah refleksi atau
bayangan dari dunia ideal. Di dunia ideal semuanya sangat sempurna. Hal ini
tidak hanya merujuk kepada barang-barang kasar yang bisa dipegang saja, tetapi
juga mengenai konsep-konsep pikiran, hasil buah intelektual.
Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Ia timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir.
Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Ia timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir.
Pokok tinjauan filosofi plato ialah mencari pengetahuan tentang
pengetahuan. Ia bertolak dari ajaran gurunya sokrates yang mengatakan “budi
ialah tahu”. Budi yang berdasarkan pengetahuan menghendaki suatu ajaran tentang
pengetahuan sebagai dasar filosofi. Pertentangan antara pikiran dan pandangan
menjadi ukuran bagi plato. Pengertian yang mengandung didalamnya pengetahuan
dan budi, yang dicarinya bersama-sama dengan sokrates, pada hakekat dan asalnya
berlainan sama sekali dari pemandangan.
Dunia Indrawi
Dunia indrawi
adalah dunia hitam yang mencakup benda-benda jasmani yang konkret, yang dapat
dirasakan oleh indera kita. Dunia indrawi ini tiada lain hanyalah
refleksi atau bayangan daripada dunia ideal. Selalu terjadi perubahan
dalam dunia indrawi ini. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dunia jasmani ini fana, dapat rusak, dan dapat
mati.
Pemahaman Plato
tentang keindahan yang dipengaruhi pemahamannya tentang dunia indrawi, yang
terdapat dalam Philebus.
Plato
berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia idea
berpendapat bahwa kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik dalam
alam semesta maupun dalam karya seni. Namun, tetap saja, keindahan yang ada di dalam alam
semesta ini hanyalah keindahan semu dan
merupakan keindahan pada tingkatan yang lebih rendah.
Negara
Ideal
Nilai-nilai atau pandangan Plato pada dasarnya adalah
pandangan tentang kebajikan sebagai dasar negara ideal, ajaran Socrates
kebajikan pengetahuan adalah diterima secara taken for granted. Ciri dari
negara yang bijak itu adalah dipimpin oleh rezim aristokrat. Yang dimaksud
aristokrat di sini bukannya aristokrat yang diukur dari takaran kualitas, yaitu
pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu.
Orang-orang ini mesti dipilih bukan lewat pungutan suara penduduk melainkan
lewat proses keputusan bersama. Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa
atau disebut “guardian” harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata
atas dasar pertimbangan kualitas.
Menurut Plato negara ideal menganut
prinsip yang mementingkan kebajikan. Kebajikan menurut Plato adalah
pengetahuan. Apapun yang dilakukan atas nama Negara harus dengan tujuan untuk
mencapai kebajikan, atas dasar itulah kemudian Plato memandang perlunya
kehidupan bernegara. Tidak ada cara lain menurut Plato untuk membanguan
pengetahuan kecuali dengan lembaga-lembaga pendidikan, inilah yang
kemudian memotivasi Plato untuk mendirikan sekolah dan akademi pengetahuan.
Negara ideal menurut Plato juga
didasarkan pada prinsip-prinsip larangan atas kepemilikan pribadi, baik dalam
bentuk uang atau harta, keluarga, anak dan istri inilah yang disebut nihilism.
Dengan adanya hak atas kepemilikan menurut filsuf ini akan tercipta kecemburuan
dan kesenjangan sosial yang menyebabkan semua orang untuk menumpuk kekayaannya,
yang mengakibatkan kompetisi yang tidak sehat. Anak yang baru lahir tidak boleh
diasuh oleh ibu yang melahirkan tapi itu dipelihara oleh Negara, sehingga
seorang anak tidak tahu ibu dan bapaknya, diharapkan akan menjadi manusia yang
unggul, yang tidak terikat oleh ikatan keluarga dan hanya memiliki loyalitas
mati terhadap negara.
Dari Plato ini, pemikiran demokrasi
berawal. Dalam perkembangannya kemudian memunculkan berbagai konsep tentang
negara dan demokrasi. Hanya saja, seluruh konsep itu hancur dalam perang
Philopo antara Sparta dan Athena. Hancurnya Athena ikut menenggelamkan Yunani
yang pada abad-abad berikutnya munculan kekuasaan Romawi. Yang menarik, Yunani
tidak mengenal individualitas dalam demokrasi. Hak-hak individual tidak dikenal
dalam demokrasi Athena. Masyarakatnya adalah masyatakat kolektif yang disebut
community yang maknanya sama dengan Polis. Jadi Polis itu gabungan negara yang
di dalamnya ada pemerintahan (Condominium), ada banyak polis termasuk di
dalamnya Athena dan Sparta yang kemudian mengembangkan konsep militerisme.
Etika
Plato adalah termasuk tokoh filsafat
yang mengutamakan etika. Dia merumuskan bahwa tujuan hidup manusia adalah
mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Sehingga untuk mendapatkan kesenangan dan
kebahagiaan manusia harus berupaya melalui etika. Namun demikian kesenangan
hidup yang dimaksud Plato adalah bukan kesenangan dengan memuaskan hawa nafsu
selama hidup di dunia indrawi. Pada tataran ini Plato konsisten dengan ajarannya
tentang dua dunia, yaitu dunia indrawi dan dunia ide, dunia yang sebenarnya.
Sehinggga kesenangan hidup harus diihat dari dua dunia tersebut.
Ajaran Plato tentang etika kurang
lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik,
dan hidup yang baik ini dapat dicapai dalam polis. Ia tetap memihak pada
cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup
dalam polis, ia menolak bahwa negara hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan
saja dan bukan physis/kodrat. Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa
manusia menurut kodratnya merupakan mahluk sosial, dengan demikian manusia
menurut kodratnya hidup dalam polis atau negara.
ARISTOTELES
(384-322 SM)
Riwayat
Hidup
Aristoteles (bahasa Yunani:
‘Aριστοτέλης Aristotélēs), adalah seorang filsuf
Yunani,
murid dari Plato
dan guru dari Alexander yang Agung. Ia menulis tentang
berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika,
puisi,
logika,
retorika,
politik,
pemerintahan,
etnis,
biologi
dan zoologi.
Pada tahun 384 SM Aristoteles lahir di daerah Stagira (Stragirite) di belahan
Utara Yunani. Ayahnya, Nikomakus adalah seorang tabib (dokter) istana Raja
Macedonia. Aristoteles tatkala berusia kira-kira tujuh belas tahun pergi ke
kota Athena untuk menuntut ilmu dan pada tahun 368 SM menjadi anggota di
Akademi Plato. Selama dua puluh tahun, yaitu hingga wafatnya Plato,
pada tahun 348 SM Aristoteles menetap dan berguru pada Plato di tempat itu. Aristoteles
adalah murid terbesar dan terunggul Plato. Pasca kematian gurunya, Aristoteles
meninggalkan Athena dan mendirikan cabang akademi di kota Assus. Di tempat itu,
ia berkenalan dengan Hermeas salah seorang bijak bestari dan setelah beberapa
lama, Aristoteles menikah dengan keponakannya.
Pada tahun
343 SM, Philip Macedonia mengundang Aristoteles untuk mengajar dan mendidik
putranya Iskandar yang pada waktu itu masih berusia tiga belas tahun.
Aristoteles menerima undangan dan tawaran ini. Aristoteles mengajarkan ilmu dan
etika kepada Alexander.Dengan menerima tawaran pekerjaan ini, Aristoteles
memainkan peran signifikan dalam sejarah. Karena tidak lama berselang, pada tahun
336 SM, Alexander naik singgasana dan banyak melakukan penaklukan di pelbagai
tempat. Pada waktu itu, Aristoteles meninggalkan Macedonia dan kembali ke
Athena. Di Athena, Aristoteles mendirikan universitas baru mengikut pada model
akademi yang didirikan gurunya. Aristoteles menamai universitas tersebut
sebagai “Lyceum” yang diinsiprasi oleh nama tempat tersebut.
Lyceum
adalah sebuah universitas keilmuan yang dilengkapi dengan persputakaan lengkap
dan dosen-dosen yang mengajar secara berkesinambungan. Di Lyceum banyak pemikir
dan periset yang mengalami kemajuan pesat dalam telaah-telaah mereka.
Aristoteles sendiri mengajar di universitas ini dan melontarkan gagasan-gagasan
dan pandangan-pandangannya. Kebanyakan karya Aristoteles yang tersisa adalah catatan-catatan
yang disimpulkan oleh para muridnya dari pelajaran-pelajaran yang disampaikan.
Ia memiliki kebiasaan berjalan ketika mengajar dan atas dasar ini filasafat
yang dikembangkan oleh Aristoteles disebut sebagai filsafat peripatetik (massyah)
yaitu sebuah aliran filsafat yang dikenal banyak berjalan.
Aristoteles
termasuk filosof terbesar dunia yang menyuguhkan banyak masalah penting dan
tema-tema utama pemikiran dan filsafat. Pandangan-pandangan filsafatnya sangat
luas dan tiada bandingnya. Semenjak Fisika, Logika hingga Etika, Astronomi.
Pandangan-pandangannya terkhusus masalah Metafisika dan Logika yang mendominasi
school of thought (aliran pemikiran) Eropa dan gereja-gereja di seantero
abad pertengahan. Dan setelah itu pikiran-pikirannya yang menjadi cikal-bakal
dan embrio lahirnya renaissance dalam bidang sains dan kebudayaan.
Akhir
Hidup
Saat Alexander (Murid Aristoteles) berkuasa di tahun 336 SM,
Aristoteles kembali ke Athena. Dengan dukungan dan bantuan dari Alexander, ia
kemudian mendirikan akademinya sendiri yang diberi nama Lyceum, yang dipimpinnya
sampai tahun 323 SM.
Perubahan politik seiring jatuhnya Alexander menjadikan dirinya harus kembali
kabur dari Athena guna menghindari nasib naas sebagaimana dulu dialami Socrates.
Setelah Alexander wafat pada tahun 323 SM
dan lantaran pandangan negatif masyarakat atas Alexander di Yunani dan
khususnya di Athena, Aristoteles dituding mempengaruhi muridnya tersebut untuk
melakukan invasi dan penyerangan. Atas alasan ini, Aristoteles meninggalkan
Athena dan pergi ke Chalkis yang terletak di Euboea yang merupakan kota
kelahiran ibunya. Dan beberapa lama setelah itu, pada tahun 322 SM Aristoteles
wafat lantaran penyakit yang dideritanya.
Karya Aristoteles
Meskipun sebagian besar ilmu pengetahuan yang dikembangkannya
terasa lebih merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal (common-sense
explanation), banyak teori-teorinya yang bertahan bahkan hampir selama dua
ribu tahun lamanya. Hal ini terjadi karena teori-teori tersebut dianggap masuk
akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya, meskipun kemudian
ternyata bahwa teori-teori tersebut salah total karena didasarkan pada
asumsi-asumsi yang keliru.
Dapat dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles sangat
berpengaruh pada pemikiran Barat dan pemikiran keagamaan lain pada umumnya.
Penyelarasan pemikiran Aristoteles dengan teologi Kristiani dilakukan oleh Santo Thomas
Aquinas di abad ke-13, dengan teologi Yahudi oleh Maimonides
(1135 – 1204), dan dengan teologi Islam oleh Ibnu Rusyid
(1126 – 1198). Bagi manusia abad pertengahan, Aristoteles tidak saja dianggap
sebagai sumber yang otoritatif terhadap logika dan metafisika, melainkan juga
dianggap sebagai sumber utama dari ilmu pengetahuan, atau "the master
of those who know", sebagaimana yang kemudian dikatakan oleh Dante
Alighieri.
Filsafat Aristoteles berkembang dalam tiga tahapan yang
pertama ketika dia masih belajar di Akademi Plato ketika gagasannya masih dekat
dengan gurunya tersebut, kemudian ketika dia mengungsi, dan terakhir pada waktu
ia memimpin Lyceum mencakup enam karya tulisnya yang membahas masalah logika, yang
dianggap sebagai karya-karyanya yang paling penting, selain kontribusinya di
bidang Metafisika, Fisika, Etika, Politik, Ilmu Kedokteran, Ilmu Alam dan karya
seni.
Di bidang ilmu alam, ia merupakan orang pertama yang
mengumpulkan dan mengklasifikasikan spesies-spesies
biologi secara sistematis. Karyanya ini menggambarkan kecenderungannya akan
analisis kritis, dan pencarian terhadap hukum alam dan keseimbangan pada alam. Berlawanan
dengan Plato yang menyatakan teori tentang bentuk-bentuk ideal benda,
Aristoteles menjelaskan bahwa materi tidak mungkin tanpa bentuk karena ia ada
(eksis). Pemikiran lainnya adalah tentang gerak dimana dikatakan semua benda
bergerak menuju satu tujuan, sebuah pendapat yang dikatakan bercorak teleologis.
Karena benda tidak dapat bergerak dengan sendirinya maka harus ada penggerak
dimana penggerak itu harus mempunyai penggerak lainnya hingga tiba pada
penggerak pertama yang tak bergerak yang kemudian disebut dengan theos,
yaitu yang dalam pengertian Bahasa Yunani sekarang dianggap berarti Tuhan. Logika
Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif (deductive
reasoning), yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari
setiap pelajaran tentang logika formal. Meskipun demikian, dalam penelitian
ilmiahnya ia menyadari pula pentingnya observasi, eksperimen dan berpikir induktif (inductive
thinking).
Hal lain dalam kerangka berpikir
yang menjadi sumbangan penting Aristoteles adalah silogisme yang dapat
digunakan dalam menarik kesimpulan yang baru yang tepat dari dua kebenaran yang
telah ada. Misalkan ada dua pernyataan (premis).
- Setiap manusia pasti akan mati (premis mayor).
- Sokrates adalah manusia (premis minor)
- maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Sokrates pasti akan mati
Di bidang politik,
Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal adalah gabungan dari bentuk
demokrasi dan monarki.
Karena luasnya lingkup karya-karya dari Aristoteles, maka dapatlah ia dianggap
berkontribusi dengan skala ensiklopedis, dimana kontribusinya melingkupi
bidang-bidang yang sangat beragam sekali seperti Fisika, Astronomi, Biologi,
Psikologi, Metafisika (misalnya studi tentang prisip-prinsip awal mula dan
ide-ide dasar tentang alam), logika formal, etika, politik, dan bahkan teori
retorika dan puisi.
Di bidang seni, Aristoteles memuat pandangannya tentang
keindahan dalam buku Poetike. Aristoteles
sangat menekankan empirisme untuk menekankan pengetahuan. Ia mengatakan bahwa
pengetahuan dibangun atas dasar pengamatan dan penglihatan. Menurut Aristoteles
keindahan menyangkut keseimbangan ukuran yakni ukuran material. Menurut Aristoteles sebuah karya seni adalah
sebuah perwujudan artistik yang merupakan hasil chatarsis disertai
dengan estetika. Chatarsis adalah pengungkapan kumpulan perasaan
yang dicurahkan ke luar. Kumpulan perasaan itu disertai dorongan normatif. Dorongan normatif yang dimaksud adalah
dorongan yang akhirnya memberi wujud khusus pada perasaan tersebut. Wujud itu ditiru dari apa yang ada di dalam
kenyataan. Aristoteles juga mendefinisikan pengertian sejarah yaitu Sejarah
merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersusun
dalam bentuk kronologi. Pada masa yang sama, menurut beliau juga Sejarah adalah
peristiwa-peristiwa masa lalu yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau
bukti-bukti yang konkrit.
Kepustakaan
·
(Inggris) Buckingham, Will; Douglas Burnham;
Peter J. King; Clive Hill; Marcus Weeks; John Marenbon (2010). The
Philosophy Book. DK Publishing. ISBN 978-0756668617.
·
Mudji
Sutrisno dan Christ Verhaak, Estetika Filsafat Keindahan (Yogyakarta: Kanisius,
1993.
·
Fuad
Hasan, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.
·
Ferguson,
Wallace K., and Geoffrey Bruun. A Survey of European Civilization (4th
Ed), pg. 39. Houghton Mifflin Company / Boston, 1969, USA.
·
Yenne,
Bill. 100 Pria Pengukir Sejarah Dunia (hal 38-39). Alih bahasa: Didik
Djunaedi. PT. Pustaka Delapratasa, 2002, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar